Minggu, 23 Agustus 2009

SENANDUNG BLEWAH

Dear Allz...

Selamat malam...pagi...siang...sore...Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya...semoga niat dan perbuatan yang dilandasi niat yang tulus dan ikhlas mendapat berkah yang berlimpah dari Allah SWT...amiiinn...

Eeeh...ngomong-ngomong tentang bulan puasa...biasanya kita punya banyak ritual yang hanya setahun sekali terjadi. Dan percayalah...tradisi kita yang unik ini merupakan aset, atau harta karun budaya yang tidak ada duanya. Keakraban keluarga, keakraban bertetangga, keakraban di kampung-kampung dan pelosok desa, keakraban di dalam organisasi dan perusahaan-perusahaan sering kali terjadi tanpa kita sadari dari hal-hal kecil setahun sekali ini.

Salah satu hal yang unik dan sederhana, yang mewarnai hari-hari kita di bulan puasa ini adalah blewah....hehehe...iya, blewah. Segelas es blewah yang segar, bisa menjadi cerita yang asyik dan seru...terutama kalau kita menikmatinya bersama keluarga atau teman.

Mumpung masih berada di bulan Ramadhan yang indah ini, saya jadi ingin menghidangkan segelas es blewah untuk teman dan sahabatku sekalian. Semoga es blewah ini dapat menyegarkan....dan menjadi senandung cinta yang mendamaikan hati kita semua...

Salam sayang,


Ietje S. Guntur


Art-Living Sos 2009 (A-8
Sabtu, 22 Agustus 2009
Start : 22/08/2009 19:39:41
Finish : 22/08/2009 21:34:55



SENANDUNG BLEWAH

Bulan puasa. Bulan Ramadhan baru bergulir . Tetapi urusan dapur dan menu berbuka puasa sudah memenuhi agenda saya, dan barangkali juga ibu-ibu para bidadari lainnya. Inilah serunya, dan barangkali aneh juga. Puasa setahun sekali, ibu-ibu justru lebih banyak direpotkan dengan urusan menu berbuka puasa setiap hari...hehehehe...
“Apa nih hidangan buka puasanya ?” begitu biasanya Pangeran Remote Control dan si Cantik membuka perbincangan. Sambil matanya melirik ke meja makan. Berharap ada sesuatu yang istimewa dan lain dari biasanya.
“Apa, ya ? Ya itu deeh...ada kolak, ada gorengan !” saya menunjuk ke arah meja makan. Kolak , entah kenapa memang menjadi hidangan tradisi yang tak tergeser oleh apa pun !
“Hmm...nggak ada yang segar-segar, ya ?”
“Apa yang segar ? Buah ?”
“Blewah gitu...kan enak tuh...Es blewah !”
“Ohh...iya...boleh juga. Tapi jangan sekarang. Besok-besok saja !” sahut saya, sambil memutar otak, dimana gerangan harus mendapatkan buah blewah yang menjadi idaman.
Saya sendiri awalnya memang kurang menyukai buah blewah ini. Bukan karena rasanya tidak enak, tapi karena belum terbiasa. Dulu, ketika masih di Sumatra, saya tidak mengenal buah blewah ini. Selama bulan puasa, buah-buahan yang menjadi minuman penyegar saat berbuka puasa adalah buah timun yang diserut, kemudian diberi gula pasir dan tambahan potongan es batu. Rasanya segaaarr....
Setelah pindah dan tinggal lama tinggal di Jawa, saya mulai melihat buah blewah yang dijajakan pinggir-pinggir jalan oleh pedagang buah. Kadang-kadang ada juga pedagang buah di pasar tradisional yang menjual buah ini. Seperti sekarang, saat menjelang dan pada bulan Ramadhan di pinggir jalan di kompleks perumahan saya sudah berjejer penjual buah blewah menjajakan dagangannya. Buah-buah blewah, yang mirip dengan labu parang atau timun suri, digelar begitu saja hanya beralas plastik, atau diatas rerumputan. 
Buah blewah ini memang menarik. Umumnya buahnya berbentuk bulat lonjong, dengan kulit berwarna jingga terang dengan bercak kehijauan. Dan di balik kulit buat yang tipis, terdapat daging buah yang relatif lembut dan bertekstur. Serta di bagian dalamnya terdapat rongga yang berisi biji dan serat. Aroma buah blewah yang wangi menyeruak di udara, mengundang pembeli untuk singgah dan memborong buah yang berasa manis segar ini.
Walaupun blewah bukan buah musiman seperti mangga atau rambutan, tetapi beberapa tahun terakhir ini saya perhatikan, bahwa musim buah blewah baru semarak menjelang dan pada saat bulan Ramadhan. Buah blewah, yang pohonnya tumbuh merayap di tanah seperti labu dan semangka, memang hampir identik dengan bulan puasa. 
Kendati di bulan-bulan yang lain ada juga yang berjualan blewah di pasar-pasar buah tradisional, tetapi beberapa bulan menjelang bulan puasa penanaman buah blewah ini memang diistimewakan. Kebun buah blewah ini tidak selalu harus menggunakan lahan khusus. Sering juga petani blewah adalah petani musiman yang memanfaatkan sawah atau ladang yang sudah dipanen.
Saya pernah melihat kebun buah blewah di sisi kiri kanan jalan tol arah Cirebon, dan beberapa daerah di Bekasi dan Krawang. Menurut beberapa petani yang sempat saya ajak ngobrol, khusus menjelang bulan puasa mereka menanam blewah untuk konsumsi masyarakat yang menjalankan ibadah puasa. Selain rasanya yang segar, buah manis ini juga cepat memulihkan tenaga yang terkuras selama berpuasa sepanjang hari. 
Tak hanya itu. Buah blewah, yang punya nama ilmiah Cucumis melo L. convar. cantalupensis memiliki khasiat yang sangat banyak. Antara lain kaya kandungan mineral kalium dan provitamin A serta serat makanan. Kandungan gizi dalam buah ini bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menyehatkan fungsi ginjal dan limpa, dan menurunkan tekanan darah. Jadiiii...selain enak dan segar, blewah pun bisa bikin awet muda...he he he...Nggak usah repot beli multi vitamin impor, buah lokal yang eksotik ini cukup mantap sebagai penyeimbang gizi dan penjaga kesehatan.


Ngomong-ngomong soal blewah, sejauh yang saya amati...sampai saat ini belum ada hidangan es blewah di hotel-hotel berbintang di Jakarta. Pamor blewah belum setara dengan pamor saudara sepupunya, semangka, yang sudah menjadi hidangan pilihan di hotel dan resto bintang empat dan lima. Padahal, dengan keunikan rasanya yang manis harum dan kesegarannya yang menggoda, seyogyanya sudah saatnya blewah naik panggung ke hotel bintang yang berkilauan.
Saya sendiri belum tahu alasannya, kenapa hotel-hotel bintang, bahkan yang berada di bawah bendera jaringan hotel Indonesia sendiri masih enggan memasukkan buah eksotik ini ke dalam menu regular minumannya. Barangkali hanya satu atau dua hotel berbintang saja yang nekad...(hmm...soalnya berani menerobos pakem jaringan hotel internasional yang dikuasai modal luar) , menghidangkan es blewah dalam acara khusus seperti buka puasa bersama yang diselenggarakan di hotel-hotel berbintang. Padahal kan keren juga tuh kalau melihat es blewah ini dimasukkan ke dalam daftar seasonal tropical fruit...hehehe...sejajar dengan mangga dan rambutan yang sudah mendapat tempat lebih dahulu . Apalagi kalau ada sebutan, misalnya Blewah Krawang...woooww....pasti ada rasa bangga yang mencuat terhadap buah lokal rasa internasional ini...

Menyimak kasus...eeeh, kenapa jadi kasus ya ? Mhmmm...pokoknya menyoal tentang blewah, entah kenapa rasa kebangsaan saya ikut-ikutan bergolak. Belajar dari banyak kasus pembajakan hasil karya bangsa Indonesia yang kemudian diakui sebagai karya negara lain, membuat saya jadi prihatin. Dari mulai urusan tempe, batik, lagu, tarian, bahkan juga buah-buahan dan ayam...yang berasal dari Indonesia setelah dipatenkan oleh orang lain, barulah kita kalang kabut. Saya kuatir...(semoga tidak berlebihan), suatu saat si Blewah Krawang ini pun diakui dan dipatenkan oleh orang lain. Dan menjadi konyol, kalau kemudian hak tanam buah blewah ini pun harus diatur oleh negara lain...hiks hiks hiks...
Jangan tertawa dulu !
Arus globalisasi dan kesadaran mendaftarkan hak paten untuk bermacam-macam hasil karya, termasuk hasil budi daya pertanian sudah melanda banyak negara. Sementara kita, yang begitu kaya dengan hasil bumi lokal masih adem ayem dan tentrem raharjo...tek trek tek tek...!!!
Saya prihatin, mumpung masih bisa prihatin. Saya mendahului...dengan rasa sedih. Saya masih berharap...suatu hari nanti...blewah berwarna kuning orange keemasan itu akan naik tahta dari pinggir jalan ke jajaran kuliner kelas internasional...
Di sisi lain, kalau buah blewah ini tidak cepat-cepat diangkat ke permukaan, tidak cepat-cepat diberi label dan disertifikasi, barangkali suatu hari nanti saya tidak akan lagi melihat pedagang buah menggelar dagangannya di pinggir-pinggir jalan seputar kompleks perumahan tempat tinggal saya. Suatu hari nanti, kita, termasuk saya, tidak bisa lagi menikmati segarnya es blewah pada saat berbuka puasa dengan sesuka-suka kita. Suatu hari nanti, es blewah tidak lagi menyemarakkan acara family day yang selalu heboh dan hiruk pikuk sesaat setelah bedug magrib bertalu-talu...

Menatap es blewah yang mulai mencair di gelas , saya termenung.
Buah sederhana itu telah memberi banyak kontribusi dalam rangkaian ritual bulan Ramadhan. Walaupun dia bukan buah wajib atau buah berlabel tertentu, tetapi kehadirannya yang sejenak, sekali setahun mampu mengikat hati banyak keluarga. 
Tak dapat dipungkiri, bahwa demi segelas es blewah kita bergegas pulang ke rumah, agar dapat berbuka puasa bersama suami, isteri, anak, cucu, menantu, kakak, adik dan anggota keluarga lain. Bahkan persahabatan pun bisa lebih erat dengan minum es blewah sebagai welcome drink dalam acara-acara reuni dan buka bersama yang semakin menjadi tradisi belakangan ini.
Seandainya saja...kita bisa belajar dari segelas es blewah, yang kesegarannya dapat membasuh kerongkongan yang kering sepanjang hari. Yang khasiatnya bisa membuat awet muda. Yang kehadirannya dapat menyejukkan dan mengikat hati kita semua...



Jakarta, 22 Agustus 2009
Salam sesejuk es blewah,

Ietje S. Guntur
( Dari keheningan malam di sudut Bintaro)


Special note :
Terima kasih untuk semua petani dan penjaja buah blewah...di mana pun berada. Bersatulah untuk kesegaran hati Indonesia...Bravo ! Selamat menunaikan ibadah puasa...semoga berkah berlimpah untuk bapak dan ibu tani di segenap penjuru Nusantara...

Senin, 20 Juli 2009

CARA PENYAJIAN

FB-Note 2009 (A-5
CARA PENYAJIAN...

Suka minum kopi ? Tidak ? Oh...sayang banget. Atau ini...suka makan pisang goreng ? Hmm...mestinya suka yaaa...

Minum secangkir kopi dan menyantap sepotong pisang goreng, di sore hari...sungguh nikmat. Apalagi sehabis hujan...nongkrong di depan rumah...melihat rintik-rintik air hujan yang menetes dari helai-helai daun.

Duluuuuu....minum kopi hanya bisa dinikmati di teras rumah, atau di kedai kopi. Dan...biasanya yang boleh menikmati kopi sambil leyeh-leyeh itu adalah kaum bapak. Hiikss...

Tapi sekarang...jaman berubah...musim berganti.

Kita tak perlu lagi menunggu hujan sore-sore untuk menikmati secangkir kopi dan sepotong pisang goreng. Hampir di sepanjang waktu, pagi hingga malam hari, ada gerai kopi yang menyediakan secangkir kopi...atau segelas besar kopi...lengkap dengan pisang goreng bertabur keju atau penganan kecil lainnya. Dan...satu lagi...menikmati secangkir kopi sekarang bukan lagi monopoli kaum bapak...Horeeee....

Apa yang beda, antara secangkir kopi di kedai pojok jalan dekat rumah, dengan secangkir kopi di kafe atau gerai kopi bermerek di sebuah pusat perbelanjaan mewah ?

Harganya ! 

Yes...itu satu. Yang lain adalah....cara penyajiannya. Suasananya...dan senyum yang mengiringi gelas-gelas dan cangkir kopi yang disuguhkan di hadapan kita.

Kopi di kedai dekat rumah adalah kopi yang ditanam di lahan yang barangkali sama dengan kopi yang ada di gerai atau kafe. Pisang goreng, yang disajikan di warung dekat rumah, barangkali satu pohon satu saudara dengan pisang yang disajikan di kafe di pusat kota.
Bedanya di mana ?

Hmm...itulah dia. Pada CARA PENYAJIAN.

Gara-gara...(kok gara-gara ? hehe...)...ehmm...cara penyajian yang berbeda, maka harga kopi dan rasanya pun ikutan berbeda. Kopi di kedai jadi terasa seperti sebuah rutinitas, sedangkan kopi di kafe jadi sebuah ritual sosialisasi.

Dalam hidup kita juga banyak terjadi perbedaan gara-gara...(saya kok jadi suka bilang ‘gara-gara’...hehe)...CARA PENYAJIAN.

Seorang guru, menjadi guru yang berbeda karena dia memiliki cara penyajian yang berbeda dengan guru lainnya. Padahal materi yang dibawakan toh sama saja. Dari buku yang sama. Dan di ujungnya, membuat murid lebih mudah menyerap bahan yang diberikan oleh guru tersebut.
Seorang trainer...(soalnya saya banyak berkecimpung dengan dunia training...hehehe...)... menjadi trainer yang berbeda dari trainer lainnya karena dia punya cara yang unik dan menarik. Cara dia ‘membeli hati’ peserta training, cara dia menyajikan bahan-bahan...semua merupakan cara yang khas dan hanya milik dia.

Seorang pedagang...memiliki banyak langganan, bukan hanya karena produk yang dijualnya berkualitas, tapi cara penyajian...cara melayani...yang khas dan tulus dari hati.

Itulah...kuncinya...

Seandainya saja kita mau belajar...bahwa dengan memberi CARA PENYAJIAN yang berbeda...yang berkualitas...yang tulus dari hati...kita akan memenangkan hati pembeli...


Bintaro, 26 Mei 2009
Salam pembelajar jalanan....

Ietje S. Guntur

Special note :
Thanks untuk guru-guruku sepanjang jalan...Kang Asep, Mas Hendry, Mas Zamronny, Kang Ikhwan Sopa, Mas Ronny, Mas Hariii, Pak Krishnamurti, Mas Harry Uncommon, mbak Liliana, mbak Lies, Dio Martin, Pak James Gwee , Ibu Purba (guru terkasih jaman SD), Ibu Ndut (guru tersayang jaman TK),...juga sahabatku Haaar...thanks sudah membentangkan ilmunya untuk diserap sepanjang waktu...